Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menugaskan putrinya Puan Maharani melakukan silaturahmi dengan semua ketua umum (ketum) partai politik menjelang Pemilu 2024. Hal itu diungkapkan Puan Maharani, yang juga menjabat Ketua DPR saat ditanya soal penjajakan kerja sama PDIP dengan parpol lain untuk 2024. "Saya ditugaskan Ibu Ketua Umum partai, sebagai Ketua DPR akan bersilaturahmi dengan semua ketum (parpol)," kata Puan saat membuka acara Festival Bakar Ikan Nusantara di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (25/6/2022).
Puan tak ingin ada anggapan bahwa PDIP tak ingin bekerja sama dengan parpol lain karena belum bertemu dengan parpol lain. Menurutnya, Megawati ingin bertemu dengan seluruh ketua umum koalisi pemerintah, namun memang belum ada waktu bersilaturahmi. "Kerja sama dengan semua partai kita akan jajaki. Jadi jangan karena PDIP belum ketemu sama ketua umum yang lain kemudian dianggap enggak mau kerja sama. Kemarin baru selesai Rakernas sudah ada acara ini. Ini kan masalah waktu saja. Toh, di istana ibu Megawati sudah ketemu ketum semua partai kan? Cuma belum sempat bersilaturahmi," ujar Puan.
Puan menambahkan dalam membangun Indonesia dibutuhkan gotong royong dengan seluruh pihak. Sehingga, PDIP tak mungkin bekerja sendiri. "Untuk membangun bangsa tidak mungkin sendiri sendiri jadi kerja sama, kebersamaan, gotong royong sangat penting untuk 2024," kata Puan. Soal ketum parpol mana yang lebih dulu ditemui, Puan menyatakan "semua saya temui".
Sebelumnya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya siap menjalin kerja sama dengan semua partai di Pilpres 2024. Namun ada dua partai yang ia kecualikan, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. "Kalau dengan PKS tidak," kata Hasto di sela sela Rakernas II PDIP Tahun 2021, di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6/2022).
"Kalau saya pribadi sebagai sekjen memang tidak mudah bekerja sama dengan Partai Demokrat karena dalam berbagai dinamika politik menunjukkan hal itu," imbuhnya. Kemarin Hasto kembali menjelaskan mengapa partainya sulit membangun kerja sama dengan PKS dan Demokrat. Dia menyatakan ada perbedaan di beberapa aspek antara PDIP dengan Demokrat dan PKS yang mencakup ideologi dan historis.
"Jadi selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan. Tetapi untuk bekerja sama dengan PKS, ditinjau dari aspek ideologi, aspek historis, ada hal yang memang berbeda," kata Hasto. Apalagi, Hasto menyoroti di dalam pidato Rakernas PKS banyak kritik dari partai itu terhadap Pemerintahan Jokowi. Dan PDIP bisa memahaminya sebagai sesuatu yang sejalan dengan ruang lingkup PKS yang berada di luar pemerintahan.
Hal itu dianggap sebagai bagian dari check and balance. "Kurang elok bila dengan berbagai perbedaan ideologi (antara PKS dan PDIP, red), kami tidak mengambil sikap politik atas kerja sama dengan PKS. Dan saat ini posisi PDI Perjuangan mendukung Pak Jokowi. Sehingga tidak mungkin juga kita bekerja sama dengan Pak Jokowi, dan pada saat bersamaan ada (kerjasama dengan,red) pihak pihak yang terus menyerang pemerintahan Pak Jokowi dan kemudian dilakukan suatu penggalangan (seperti PKS)," papar Hasto. Begitupun halnya dengan Partai Demokrat, Hasto mengatakan aspek historis masa lalu di antara kedua partai masih bisa dilakukan proses rasionalisasi.
Namun, pihaknya melihat apa yang dilakukan selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak sesuai dengan dengan apa yang dijanjikan ke rakyat. Pelaksanaan pemerintahan SBY kata Hasto, juga tak sejalan dengan fundamental yang dipegang oleh PDIP. "Dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri, politik pertahanan yang digariskan dari jaman Bung Karno, jaman Bu Mega, dengan jaman Pak SBY," ujarnya.
"Berbagai ketegangan terkait dengan radikalisme intoleransi. Jaman Pak SBY, TVRI itu bisa dipakai oleh kelompok yang anti kebhinekaan. Ini kan menjadi catatan kritis dari masyarakat Indonesia," terang Hasto. Ia menambahkan, di dalam politik, kerja sama itu penting. Tetapi kerja sama juga harus melihat ideologi, platform, dan kesejarahan. Tetapi sikap berbeda akan diambil oleh PDIP ketika sudah menyangkut kepentingan bangsa dan negara.
Contohnya, ketika ada negara lain yang menyerang Indonesia, maka PDIP akan menjadi yang terdepan untuk mempersatukan seluruh elemen bangsa. "Jadi sikap PDI Perjuangan ketika bersentuhan dengan persoalan bangsa dan negara, persatuan itu dikedepankan untuk membela bangsa dan negara. Tetapi terkait dengan kontestasi pemilu, hal yang rasional apabila ada perbedaan ideologi, perbedaan platform, perbedaan skala prioritas," jelas Hasto.